Dalam lanskap pendidikan tinggi global yang semakin kompetitif, penjaminan mutu (quality assurance) menjadi fondasi utama bagi institusi untuk memastikan bahwa program studi yang mereka tawarkan memenuhi standar internasional dan kebutuhan pasar kerja. Salah satu kerangka kerja yang diakui secara luas dalam konteks ini adalah AQAS (Akkreditierungs-, Certifizierungs- und Qualitätssicherungs-Agentur). AQAS adalah agensi Jerman yang fokus pada akreditasi program studi, khususnya yang memiliki dimensi internasional. Memahami mekanisme kerja AQAS akreditasi sangat krusial bagi perguruan tinggi yang bercita-cita untuk meningkatkan reputasi dan daya saing lulusannya.
Akreditasi bukan sekadar formalitas administratif; ini adalah proses evaluasi eksternal yang menyeluruh terhadap kurikulum, sumber daya manusia, fasilitas, sistem manajemen mutu internal, hingga hasil pembelajaran mahasiswa. Bagi institusi yang ingin membuka diri terhadap kerja sama internasional atau menarik mahasiswa asing, sertifikasi dari lembaga terpercaya seperti AQAS memberikan kredibilitas yang tak terbantahkan.
Ilustrasi: Alur Dasar Proses AQAS Akreditasi
Proses AQAS akreditasi sering kali disesuaikan dengan standar Eropa (seperti standar ENQA), namun memiliki fleksibilitas untuk mengintegrasikan persyaratan lokal atau spesifik disiplin ilmu. Evaluasi yang dilakukan oleh tim asesor AQAS mencakup beberapa dimensi krusial. Pertama, relevansi program studi. Apakah konten perkuliahan masih relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan industri terkini? Hal ini memerlukan dialog aktif dengan pemangku kepentingan eksternal.
Kedua, kualitas staf pengajar. Ini mencakup kualifikasi akademik, pengalaman riset, dan komitmen mereka terhadap pengembangan profesional berkelanjutan. Institusi harus menunjukkan bahwa dosen tidak hanya mengajar, tetapi juga aktif berkontribusi pada kemajuan bidang keilmuannya. Keterlibatan dosen dalam proyek riset internasional seringkali menjadi nilai tambah signifikan dalam penilaian AQAS.
Salah satu aspek yang paling ditekankan oleh AQAS adalah aspek internasionalisasi. Institusi harus membuktikan bahwa program studi mereka tidak hanya memenuhi standar nasional, tetapi juga memiliki elemen internasional yang kuat, baik dalam konten, staf, maupun kesempatan mobilitas bagi mahasiswa.
Mengajukan diri untuk AQAS akreditasi adalah komitmen jangka panjang. Tahapan awal yang paling memakan waktu adalah persiapan laporan evaluasi diri (Self-Assessment Report/SAR). Dalam tahap ini, seluruh unit program studi harus mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif yang komprehensif, mencerminkan kinerja mereka berdasarkan kriteria AQAS. Transparansi data adalah kunci utama agar asesmen berjalan objektif.
Setelah SAR diserahkan, tim asesor eksternal yang ditunjuk oleh AQAS akan melakukan kunjungan lapangan (site visit). Kunjungan ini bertujuan untuk memvalidasi klaim yang ada dalam laporan SAR. Asesor akan mewawancarai berbagai pihak—dekanat, kepala program studi, dosen, staf administrasi, dan tentu saja, mahasiswa. Proses validasi ini seringkali menjadi penentu keberhasilan akreditasi. Pertanyaan yang diajukan biasanya sangat spesifik terkait implementasi kebijakan mutu sehari-hari.
Penting untuk dicatat bahwa akreditasi AQAS umumnya diberikan untuk periode tertentu, biasanya lima tahun. Setelah masa berlaku berakhir, institusi wajib melalui proses re-akreditasi untuk memastikan standar mutu tetap terjaga dan telah dilakukan peningkatan berdasarkan rekomendasi sebelumnya. Siklus berkelanjutan inilah yang membuat AQAS akreditasi efektif sebagai alat pendorong mutu. Kegagalan dalam menunjukkan perbaikan berkelanjutan dapat mengakibatkan penundaan atau bahkan penolakan sertifikasi ulang. Oleh karena itu, budaya mutu harus tertanam kuat dalam DNA institusi, bukan hanya sekadar proyek musiman menjelang batas waktu akreditasi.