Pengantar Konsep Fiqh Akbar
Dalam khazanah keilmuan Islam, seringkali kita mendengar istilah 'fiqh'. Secara umum, fiqh merujuk pada pemahaman hukum-hukum syariat yang bersifat praktis, seperti tata cara shalat, puasa, zakat, dan muamalah sehari-hari. Namun, di samping fiqh yang biasa kita kenal (sering disebut sebagai *fiqh asghar* atau fiqh kecil), terdapat konsep yang lebih mendalam, yaitu fiqh akbar adalah.
Memahami apa itu fiqh akbar memerlukan penelusuran historis dan filosofis dalam Islam. Jika fiqh asghar berkaitan dengan rincian amal perbuatan, maka fiqh akbar berfokus pada fondasi utama dari seluruh ajaran Islam. Istilah ini seringkali dikaitkan dengan pemahaman mendalam mengenai prinsip-prinsip ketuhanan (tauhid), keimanan, dan etika spiritualitas tertinggi.
Membedakan Fiqh Akbar dan Fiqh Asghar
Perbedaan mendasar antara kedua konsep ini terletak pada cakupan dan kedalaman pembahasannya. Fiqh asghar, atau fiqh yang sifatnya parsial, membahas hukum-hukum yang terperinci dan teknis. Misalnya, batasan waktu shalat Subuh, syarat sahnya wudhu, atau bagaimana menghitung nisab zakat. Hukum-hukum ini penting untuk dilaksanakan agar ibadah kita sah di mata syariat.
Sementara itu, fiqh akbar adalah ranah yang lebih luas, yaitu ilmu tentang hakikat keimanan dan pengenalan terhadap Allah SWT secara mendalam. Ini mencakup pemahaman tentang sifat-sifat Allah (Asmaul Husna), konsep tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma was-shifat. Ilmu ini menuntut seorang Muslim untuk tidak hanya melaksanakan ritual, tetapi juga memahami "mengapa" di balik setiap ritual tersebut, yang berakar pada keyakinan hati.
Akar Historis dan Tokoh Utama
Konsep fiqh akbar ini secara historis sering dikaitkan dengan beberapa ulama besar, terutama Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit. Dalam beberapa riwayat, dikatakan bahwa Imam Abu Hanifah memiliki dua kitab, satu tentang fiqh (yang kemudian berkembang menjadi mazhab Hanafi), dan satu lagi tentang fiqh akbar. Kitab Fiqh Akbar yang dinisbahkan kepadanya berfokus pada aqidah dan kalam, yakni ilmu yang membahas keyakinan dasar Islam.
Dalam pandangan mereka, belajar fiqh akbar adalah mempelajari pondasi yang menopang seluruh bangunan syariat. Tanpa pemahaman yang kokoh tentang tauhid (inti dari fiqh akbar), maka pelaksanaan fiqh asghar—sekalipun dilakukan dengan benar secara teknis—tidak akan memiliki bobot spiritual yang sempurna di hadapan Allah.
Ilustrasi hubungan antara fondasi keyakinan (Fiqh Akbar) dan praktik (Fiqh Asghar).
Relevansi Fiqh Akbar di Era Modern
Mengapa pemahaman tentang fiqh akbar adalah penting di zaman sekarang? Dalam arus informasi yang sangat cepat dan beragamnya pemikiran yang muncul, umat Islam sangat memerlukan jangkar keyakinan yang kuat. Fiqh akbar berfungsi sebagai filter intelektual dan spiritual.
Ketika seseorang memahami hakikat keesaan Allah dan tujuan penciptaan, ia akan lebih mudah menyaring ajaran-ajaran yang menyimpang atau paham-paham yang merusak keimanan. Fokus pada fiqh akbar memastikan bahwa ibadah ritual yang dilakukan tidak kosong dari makna dan tidak hanya menjadi kebiasaan tanpa penghayatan spiritual.
Lebih jauh lagi, fiqh akbar membentuk karakter dan akhlak mulia. Ketakutan yang benar kepada Allah (khauf) dan harapan yang tulus terhadap rahmat-Nya (raja') adalah manifestasi langsung dari pemahaman tauhid yang benar. Seseorang yang menguasai fiqh akbar akan memiliki integritas yang tinggi karena ia sadar bahwa tindakannya selalu diawasi oleh Sang Pencipta, bukan sekadar takut pada hukum positif manusia.
Kesimpulan
Secara ringkas, fiqh akbar adalah ilmu fundamental yang membahas aqidah, tauhid, dan hakikat keimanan. Ia adalah ilmu yang membangun pondasi spiritual seorang Muslim. Meskipun fiqh asghar (hukum praktis) wajib dilaksanakan, kedudukannya tegak di atas pilar fiqh akbar. Mengintegrasikan keduanya—memahami hakikat keyakinan sekaligus mengaplikasikannya dalam ritual sehari-hari—adalah jalan menuju kesempurnaan penghambaan diri kepada Allah SWT.